BEKASI, iNews Media - Praktik pemerasan yang dilakukan secara sistematis oleh oknum anggota organisasi kemasyarakatan terhadap para pedagang di Pasar Sentra Grosir Cikarang (SGC), Kabupaten Bekasi, akhirnya terbongkar. Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya mengungkap bahwa aksi premanisme yang sudah berlangsung sejak tahun 2020 itu telah merugikan para pedagang hingga miliaran rupiah.
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, mengungkapkan bahwa dari hasil penyelidikan, total uang yang berhasil dikumpulkan oleh para pelaku sejak 2020 hingga 2025 mencapai Rp 5,8 miliar.
“Total pendapatan apabila kita hitung dari tahun 2020 sampai dengan 2025 khususnya di Pasar SGC saat ini mencapai angka Rp 5,8 miliar,” ujar Kombes Wira saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya.
Dua Kali Sehari, Dalam Keadaan Mabuk
Dalam menjalankan aksinya, para pelaku berinisial J, CR, MRAM, RG, dan AR memeras pedagang pasar dua kali dalam sehari, yakni pada pukul 23.00 WIB hingga 05.00 WIB, . Lebih parahnya, aksi itu dilakukan dalam kondisi mengonsumsi minuman keras atau dalam keadaan mabuk.
Para pedagang yang mencoba melawan atau enggan membayar diancam tidak boleh berjualan di pasar tersebut. Dalam keterangannya, Wira menyebut para pelaku mengumpulkan uang antara Rp 4 juta hingga Rp 4,2 juta per hari.
Pembagian Uang Pemerasan
Hasil pemalakan tersebut dibagi-bagikan di antara anggota ormas. Tersangka RG alias B, menerima bagian terbesar, yaitu antara Rp 1,2 juta hingga Rp 1,6 juta per hari. Sementara anggota dan pengurus lain mendapatkan antara Rp 50.000 hingga Rp 200.000 per hari.
“Pembagian uang dilakukan setelah mereka selesai beraksi. Ini berlangsung selama lima tahun. Modusnya adalah pungutan liar dengan dalih ‘uang keamanan’ kepada para pedagang,” terang Kombes Wira.
Ditangkap oleh Subdit Jatanras
Kasus ini mencuat setelah penyelidikan oleh Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Pada Jumat, 23 Mei 2025, polisi berhasil menangkap lima pelaku utama, termasuk Ketua , RG alias B, serta empat anggota lainnya yang bertindak sebagai pengurus dan eksekutor di lapangan.
Para tersangka kini dijerat dengan pasal-pasal berlapis, termasuk pemerasan, tindak pidana premanisme, serta pelanggaran terhadap ketertiban umum. Penyidik juga menelusuri aliran dana yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi para pelaku.
Pedagang Dipaksa Bayar demi Bertahan
Banyak pedagang yang akhirnya terpaksa menyerah dan membayar karena takut kehilangan tempat berjualan. Salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya mengaku, selama bertahun-tahun mereka merasa tertekan dan tidak berani melapor karena takut mendapat perlakuan kasar. “Kalau tidak bayar, kami diancam. Pernah ada yang ditarik dagangannya dan dimaki-maki,” ujarnya.
Langkah Tegas dan Penertiban
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa penindakan terhadap praktik premanisme akan terus dilakukan secara masif di wilayah Jabodetabek. Polisi juga mengimbau masyarakat untuk berani melapor jika mengalami tindakan serupa.
“Kami tidak akan mentoleransi bentuk-bentuk pemalakan yang dilakukan atas nama organisasi apa pun. Semua warga negara berhak berdagang dan bekerja dengan aman,” tegas Wira. Kejadian ini menjadi peringatan keras terhadap penyalahgunaan atribut ormas untuk kepentingan pribadi dan tindakan kriminal.
Masyarakat kini berharap aparat penegak hukum terus melakukan penertiban agar pasar-pasar di wilayah Bekasi dan sekitarnya terbebas dari praktik premanisme berkedok organisasi apa bisa tahan? (MAS).