JAKARTA, iNews Media - Microsoft baru saja memangkas 6.000 karyawan secara global. Yang paling terdampak? Para insinyur perangkat lunak mereka yang justru membangun sistem kecerdasan buatan (AI) di perusahaan ini. Ironisnya, AI yang mereka ciptakan kini menjadi alasan pekerjaan mereka tergantikan.
Jeff Hulse, Wakil Presiden Microsoft yang memimpin tim berisi 400 insinyur, adalah salah satu sosok yang mendorong pemanfaatan AI dalam pengembangan kode. Namun tragis, timnya justru ikut terkena gelombang PHK.
Di negara bagian Washington, AS, lebih dari 40% pegawai Microsoft yang di-PHK berasal dari kalangan teknisi. Sebagian dari mereka sebelumnya diminta untuk meningkatkan pemanfaatan alat bantu AI seperti chatbot berbasis OpenAI yang kini mampu menulis hingga 50% kode program. Tak lama setelah integrasi itu, posisi mereka dianggap tidak lagi dibutuhkan.
Satu pertanyaan menyakitkan pun muncul : Apakah mereka secara tak sadar melatih pengganti mereka sendiri CEO Microsoft, Satya Nadella, menyebut AI sebagai "terobosan produktivitas." Dalam sejumlah proyek, AI bahkan bisa menghasilkan sepertiga dari total kode yang dibutuhkan.
Tapi bagi para insinyur yang kini kehilangan pekerjaan, terobosan ini terasa seperti pedang bermata dua. PHK kali ini tidak hanya menyasar karyawan level teknis pemula, tapi juga manajer produk, manajer program teknis, hingga tim proyek AI.
Gabriela de Queiroz, Direktur AI untuk Startup di Microsoft, juga menjadi salah satu korban PHK. Ia menyebut ini sebagai momen pahit manis dan menyampaikan rasa hormat kepada rekan-rekannya yang terdampak.
"Apakah saya sudah menduganya?
Mungkin," ujarnya. "Saat ini, tak peduli seberapa keras Anda bekerja atau seberapa besar kontribusi Anda, tak ada yang kebal dari restrukturisasi." Microsoft berdalih bahwa PHK ini dilakukan untuk menyederhanakan struktur manajemen. Namun, data menunjukkan hanya 17% dari PHK di Washington yang berasal dari kalangan manajer (MAS).