PAPUA, iNews Media - Gejolak internal di tubuh Partai Golkar kian memanas. Isu perlawanan terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mulai mencuat dari percakapan di grup WhatsApp internal kader, khususnya grup “Golkar Indonesia”. Dalam grup tersebut, sejumlah kader menyuarakan ketidakpuasan dan menyebut bahwa perlawanan terhadap instruksi pusat telah dimulai secara resmi.
“Sudah dimulai. Resmi DPD I mulai melawan instruksi/perintah Ketua Umum DPP Golkar,” tulis salah satu anggota grup yang tidak disebutkan namanya. Unggahan itu merujuk pada konflik yang sedang berlangsung di Papua Barat Daya.
Sumber utama kekisruhan ini adalah keputusan Plt Ketua DPD I Golkar Papua Barat Daya yang secara tiba-tiba memberhentikan enam Ketua DPD II Partai Golkar di wilayah tersebut. Pemberhentian ini disebut dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa prosedur organisasi yang sah. Akibatnya, keenam Ketua DPD II yang diberhentikan itu memutuskan untuk menempuh jalur hukum.
“Ini bentuk kesewenang-wenangan yang tidak bisa dibiarkan. Kami akan lawan secara hukum, karena ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi serangan terhadap martabat organisasi,” ujar salah satu Ketua DPD II yang enggan disebutkan namanya.
Isu pemberhentian ini dengan cepat menyebar di kalangan internal partai, terutama melalui kanal-kanal komunikasi digital seperti WhatsApp. Para kader yang selama ini diam mulai angkat suara. Sebagian menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh Ketua Umum dan pengurus DPP tidak mencerminkan semangat demokrasi internal partai.
Lebih jauh, seorang pengurus Golkar yang enggan disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa gejolak menuju Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) itu ada dan nyata. “Bukan lagi spekulasi. Munaslub bisa terjadi kalau eskalasi ini terus berlanjut,” ujarnya.
Kondisi ini mencerminkan keretakan yang cukup serius dalam struktur Partai Golkar. Jika tidak segera ditangani dengan pendekatan dialogis dan taat prosedur, krisis ini berpotensi mengguncang kepemimpinan Bahlil Lahadalia dan berdampak pada konsolidasi partai secara nasional (MAS).