15%

Akademisi UI Yon Machmudi : Iran Tidak Punya Senjata Nuklir

04-Jul-2025

JAKARTA, iNews Media - Kepala Riset Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI), Profesor Yon Machmudi memastikan bahwa Iran tidak memiliki senjata nuklir. Ia menilai serangan Israel ke negara berjuluk Negeri Para Mullah tersebut justru karena tak khawatir menghadapi ancaman senjata pemusnah massal.

“Mengapa Israel berani menyerang dengan alasan pengembangan nuklir? Karena (di Iran) tidak ada senjatanya. Coba sudah terbukti Iran punya senjata nuklir, pasti negara (lain) tidak berani menyerang karena begitu nanti diserang, bahaya dan hancur,” ujar Prof Yon saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 2 Juli 2025.

Kepala Program Studi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI itu mengatakan, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu telah memprediksi Iran tidak memiliki 
senjata nuklir. 

“Ketika Netanyahu mengunjungi tempat yang rusak di Tel Aviv (Israel), dia bilang kalau Iran punya nuklir dan hancur, pasti kita habis semua,” kata Prof Yon menirukan ucapan Netanyahu. Konflik Timur Tengah memanas sejak Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Iran yang menyasar instalasi militer, kediaman pejabat tinggi, fasilitas nuklir, dan warga sipil pada dini hari 13 Juni 2025. 

Serangan itu membunuh sejumlah petinggi militer Iran, seperti Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Hossein Salami, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Jenderal Besar Mohammad Bagheri, serta sejumlah ilmuwan nuklir.

Amerika Serikat juga ikut campur dengan mengebom fasilitas nuklir Iran di tiga lokasi, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan pada 22 Juni 2025. Menurut Prof Yon, penyerangan Israel ke Iran memiliki sejumlah alasan lain yang lebih luas, yakni ancaman Iran yang mendeklarasikan penghancuran Israel, hubungan yang tidak harmonis pasca serangan Israel ke Palestina, termasuk kemajuan fasilitas nuklir di Iran.   

“Nah, pada saat itulah Netanyahu mendeklarasikan bahwa (Iran) ini adalah musuh yang akan menghancurkan Israel, dan punya potensi pengembangan nuklir. Cara yang terbaik adalah menghancurkan fasilitas nuklir, termasuk membunuh ilmuwan-ilmuwan yang bekerja di situ (Iran). Ini cara untuk menyelamatkan Israel,” ucap Prof Yon.

Prof Yon menjelaskan, Iran memang mengembangkan nuklir, tapi untuk tujuan perdamaian, khususnya menopang kebutuhan energi dan kesehatan. Program ini dikembangkan sejak 1967 yang diinisiasi AS dan negara-negara Eropa, yang juga sekutu Israel.

Sehingga ahli nuklir dari AS dan Eropa dikirim untuk menjalankan pengayaan nuklir di 20 tempat di Iran. “Pada saat itu posisi Iran sedang baik dengan Amerika. Jadi difasilitasi untuk membuat industri nuklir untuk damai,” katanya.

Pada 1979, kata Prof. Yon, terjadi revolusi Iran yang membuat kekuasaan monarki runtuh digantikan oleh republik Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Khamenei yang berseberangan dengan hegemoni AS. “Khamenei mengambil alih (pemerintahan Iran) dan posisinya berseberangan dan melawan Amerika.

Saat itu ahli-ahli nuklir (dari Barat) pulang semua dan tidak dilanjutkan (pengayaan nuklir),” ucapnya. Prof. Yon menambahkan, pada 1990-an, industri nuklir Iran dilanjutkan kembali yang bekerja sama dengan Rusia. Hal ini menimbulkan kemarahan AS dan Eropa yang selama ini membantu Iran dalam pengembangan nuklir. 

“Jadi, kalau pengayaan nuklir dengan Amerika dan Eropa untuk damai itu, aman. Tapi kalau dengan Rusia dan ahlinya juga dari Rusia, apalagi Iran itu sumber uraniumnya melimpah, maka ini dianggap menjadi ancaman dunia,” katanya (MAS).

Topik : #PresidenRepublikIndonesia #DPR/MPR #PartaiRakyatIndonesia
Similar Posts