JAKARTA, iNews Media - Konflik pertanahan yang terjadi di Jalan Kebun Sayur, RT 6 RW 07, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, menyisakan duka mendalam bagi ribuan warganya. Tanah seluas kurang lebih 23 hektar yang selama ini dihuni oleh sekitar 3.000 jiwa atau 1.500 kepala keluarga kini rata dengan tanah setelah penggusuran paksa yang dilakukan oleh sekelompok preman yang diduga dikerahkan oleh Herawati, pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan.
Artis cantik Camelia Panduwinata Lubis tak kuasa menahan air mata ketika menyaksikan penderitaan warga yang kehilangan tempat tinggalnya. Dalam keterangannya, Camelia menyatakan keprihatinannya atas tragedi kemanusiaan ini, (20/6).
"Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana anak-anak yang biasanya bermain, kini harus bermain di atas tanah merah bekas reruntuhan rumah mereka. Para ibu menangis, trauma, kehilangan segalanya kecuali pakaian di badan. Ini menyayat hati saya," ucap Camelia dengan mata berkaca-kaca.
Artis yang dikenal vokal terhadap isu kemanusiaan ini meminta perhatian serius dari pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk segera turun tangan mencari solusi bagi ribuan warga Kebun Sayur yang telah tinggal di sana selama puluhan tahun, bahkan sejak zaman nenek moyang mereka.
"Jangan sampai janji-janji kampanye hanya menjadi omong kosong. Presiden pernah berjanji bahwa kepentingan rakyat adalah segalanya. Mana buktinya? Ini saatnya pemerintah hadir dan membuktikan keberpihakannya," tegas Camelia.
Ia juga mengecam keras tindakan para preman yang disebut-sebut melakukan kekerasan kepada warga. Diduga, aksi penggusuran tersebut melibatkan anak buah Hercules, yang dikenal sebagai preman kawakan di Jakarta.
Camelia berjanji akan terus bersama warga memperjuangkan hak mereka, bahkan siap melakukan aksi besar-besaran ke DPR RI dan Istana Negara jika pemerintah tetap tutup mata. "Kami akan mengepung DPR dan Istana kalau perlu. Ini soal kemanusiaan.
Hati nurani pejabat harus digugah. Tolong dengarkan tangisan anak-anak, ibu-ibu yang trauma, warga yang tidak tahu lagi harus tinggal di mana," tambahnya. Pius Situmorang, selaku kuasa hukum warga, menyayangkan cara-cara yang dilakukan pihak yang mengaku pemilik tanah.
Menurutnya, ada indikasi kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan haknya. "Ini bukan sekadar konflik pertanahan biasa, tetapi sudah merambah pada kriminalisasi warga. Mereka dipidanakan hanya karena berani bersuara membela tanah tempat mereka hidup bertahun-tahun," jelas Pius.
Ia berharap pemerintah segera hadir untuk menyelesaikan konflik ini secara adil. Jangan sampai laporan pidana justru digunakan sebagai alat untuk membungkam masyarakat. Seorang warga yang menjadi korban penggusuran mengungkapkan kronologi peristiwa memilukan tersebut.
"Kami didatangi preman-preman. Tiba-tiba saja rumah sudah rata dengan tanah. Saya punya KTP DKI, saya warga negara Indonesia, saya juga punya surat penampungan, tapi semua itu tidak dihargai. Saya dipaksa ambil uang, katanya sudah dibayar, tapi saya tidak tahu menahu," cerita salah satu warga.
Warga juga mengaku sudah mengadu ke berbagai instansi, mulai dari kantor gubernur, walikota, hingga kepolisian, namun hingga kini belum ada hasil. "Kami minta tolong kepada Presiden Prabowo, tolong bantu kami. Kami ingin hidup tenang bersama anak-anak kami.
Setiap hari hidup kami penuh ketakutan, trauma, tidak tahu harus ke mana," tambahnya penuh harap. Konflik pertanahan di Kebun Sayur ini menjadi salah satu potret buram ketidakadilan yang masih terjadi di Ibu Kota. Ribuan nyawa kini menunggu perhatian serius dari negara (MAS).