15%

Aktivis Bantah Kronologi RSUD Sungai Dareh : Ada Pelanggaran Etik dan Hukum dalam Kasus Mahasiswa Undhar

06-May-2025

DHARMASRAYA, iNews Media - Laporan kronologi resmi yang dirilis RSUD Sungai Dareh pada 5 Mei 2025 terkait meninggalnya Peri Ariyandi, mahasiswa Universitas Dharmas Indonesia (Undhari), menuai bantahan tegas dari kalangan aktivis kemanusiaan dan kesehatan. Dalam pernyataan resmi yang diterima redaksi (6/5), mereka menilai kronologi tersebut justru menunjukkan kegagalan sistemik dalam pelayanan kesehatan rumah sakit dan mengandung sejumlah pelanggaran etik dan hukum.

1. Penanganan Terlalu Lama dan Tidak Proporsional

Dalam dokumen bantahan tersebut, para aktivis menyatakan bahwa pasien dengan kondisi kritis (GCS 10, fraktur multipel, hipotensi, hematuria) masuk ke IGD pada pukul 05.26 WIB. Namun rujukan baru diterima oleh RSUP M. Djamil Padang pada pukul 12.47 WIB, hampir 7 jam setelah kedatangan.

Padahal, sesuai Permenkes No. 47 Tahun 2018 tentang pelayanan kegawatdaruratan, disebutkan bahwa pasien dalam kondisi life-threatening harus segera dirujuk dalam waktu maksimal dua jam. Keterlambatan ini dinilai sebagai bentuk kelalaian prosedural yang berujung pada pelanggaran hak hidup pasien.

2. Tidak Hadirnya Dokter Spesialis Secara Langsung

Para aktivis juga menyoroti fakta bahwa dokter spesialis ortopedi hanya melakukan konsultasi jarak jauh tanpa kehadiran langsung di IGD. Hal ini dianggap melanggar UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mewajibkan kehadiran dokter secara langsung dalam kasus gawat darurat untuk menjamin akurasi diagnosis dan pengambilan keputusan medis.

3. Minimnya Pelayanan Psikososial dan Empati

Berdasarkan kesaksian keluarga dan rekan korban, pelayanan di IGD disebut sangat minim empati. Petugas RSUD disebut bersikap ketus, tidak komunikatif, dan bahkan mengabaikan pertanyaan dari pihak keluarga. Tidak ada dukungan psikologis atau informasi jujur yang disampaikan kepada keluarga korban terkait kondisi pasien.

Situasi ini melanggar Pasal 32 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan pelayanan bermartabat dan manusiawi.

4. Penanganan Tidak Komprehensif

Kondisi pasien yang mengalami cedera berat semestinya ditangani oleh tim multidisiplin (bedah syaraf, ortopedi, urologi). Namun dalam kasus ini, tidak terlihat adanya mekanisme tanggap darurat yang sesuai. Rujukan dilakukan ke banyak rumah sakit tanpa adanya inisiatif evakuasi aktif dan cepat. Ini menunjukkan kelemahan sistem dan bukan semata karena penolakan dari rumah sakit rujukan.

KESIMPULAN DAN TUNTUTAN

Para aktivis menyatakan bahwa kronologi RSUD justru menunjukkan :

  1. Penanganan yang lamban dan tidak sesuai protokol.
  2. Tidak hadirnya dokter spesialis secara langsung.
  3. Tidak adanya komunikasi yang manusiawi dan empatik.
  4. Tidak maksimalnya upaya menyelamatkan nyawa pasien.

Oleh karena itu, mereka menuntut :

  1. Tim investigasi independen** diturunkan oleh Bupati Dharmasraya dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
  2. Komite Etik RS dan IDI diminta mengkaji kemungkinan pelanggaran etik profesi.
  3. Reformasi total sistem layanan kegawatdaruratan** di RSUD Sungai Dareh, termasuk pelatihan ulang SDM dalam hal empati, komunikasi krisis, dan evakuasi pasien kritis.

"Ini bukan semata soal satu korban, tapi tentang masa depan banyak nyawa yang bisa saja mengalami nasib serupa jika sistem ini tidak diperbaiki secara serius," ujar mereka dalam pernyataan tertulis.

Ilham : Ini Alarm Kegagalan Sistem Kesehatan

Menanggapi pernyataan tersebut, Ilham, Dosen PGSD Undhari, menyatakan dukungannya terhadap desakan audit dan reformasi menyeluruh terhadap RSUD Sungai Dareh. Ia menyebut bahwa tragedi ini adalah “alarm nyata” atas kegagalan sistem kesehatan dalam merespons kondisi darurat secara cepat dan manusiawi.

“Kita sedang berhadapan dengan krisis multidimensi — etika, manajemen, hingga kepemimpinan. Ketika nyawa mahasiswa kami hilang karena lambatnya sistem, maka itu sudah cukup bukti bahwa rumah sakit ini perlu direformasi dari hulu hingga hilir,” ungkap Ilham.

“Saya berharap Pemkab tidak hanya bicara audit, tapi benar-benar menindak semua yang terlibat secara bertanggung jawab. Reformasi ini bukan sekadar laporan kertas, tapi perbaikan nyata di lapangan,” tambahnya.

Aksi mahasiswa, dukungan publik, dan suara akademisi kini berpadu dalam mendorong perubahan. Harapannya, tragedi yang menimpa almarhum Feri Ariyandi menjadi peristiwa terakhir yang terjadi akibat kelambanan dan kekakuan sistem pelayanan kesehatan (MAS).

Topik : #PresidenRepublikIndonesia #PrabowoGibran #PolisiRepublikIndonesia
Similar Posts