15%

Penasihat Ahli Kapolri Aryanto Sutadi : Kewenangan Besar Polri Berakibat Tindakan Koruptif Personel Polisi 

17-May-2025

JAKARTA, iNews Media - Penasihat Ahli Kapolri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi menyesalkan tindakan aparat Kepolisian yang berperilaku koruptif. Ia menilai tindakan tersebut merupakan faktor utama rusaknya citra polisi di mata masyarakat.

“Polisi itu pasti tertarik bertindak koruptif karena dia dikasih kewenangan yang besar. Polisi itu suatu lembaga yang mempunyai kewenangan yang besar, untuk menindak orang, menangkap, mendenda,” kata Aryanto saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 14 Mei 2025, yang dikutip pada Jumat (16/5). 

Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 10 Oktober 1951 itu menjelaskan bahwa kewenangan besar yang dimiliki Polri berdampak pada penyalahgunaan kewenangan, karena personel polisi memiliki lebih banyak peluang bertindak menyimpang dengan kewenangannya tersebut. 

“Tergoda kan, ditambah dengan pengawasan yang kurang, otomatis,” tutur Aryanto. Oleh karena itu, Aryanto berharap personel polisi mematuhi Tribrata yang dicanangkan institusi Polri untuk membersihkan citra kepolisian. 

“Tapi sayangnya di dalam praktik. Tidak semua polisi berbuat begitu (Mematuhi Tribrata), yang mewarnai adalah oleh oknum-oknum meski jumlahnya sedikit, tapi satu kali dia berbuat jelek, kebaikan polisi yang setiap hari dilakukan menjadi rusak (Polisi secara keseluruhan),” katanya.  

Dilansir dari Indexmundi.com, Police Corruption Perceptions Index atau Indek Persepsi Korupsi Polisi menempatkan polisi Indonesia di urutan 18 dunia dengan nilai rata-rata 7,56. Posisi ini sekaligus menempatkan polisi Indonesia di peringkat 1 se Asia Tenggara. 

Sedangkan survei Litbang Kompas yang dirilis 24 Januari 2025, citra positif Polri berada di angka 65,7 persen atau paling rendah di antara 5 lembaga negara seperti TNI, Bawaslu, KPU, DPR, dan KPK. Sementara, dari survei Civil Society for Police Watch yang dirilis pada 9 Februari 2025, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri masih sangat rendah, yakni di angka 48,1 persen.

Dari Dulu Polisi jadi Sumber Cemoohan

Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi menilai kritikan masyarakat terhadap institusi Polri terjadi sejak dulu hingga sekarang. Bahkan Aryanto menyebut institusi Polri kerap menjadi sumber cemoohan. “Saya melihat pasang surutnya (citra) polisi. Tapi kalau dibanding-bandingkan, dari dulu polisi itu memang sudah menjadi sumber cemoohan,” ujar Aryanto kepada Eddy Wijaya.

Menurut Aryanto, kritikan kepada institusi Polri tidak hanya datang dari kalangan masyarakat biasa, melainkan juga dari kalangan tokoh bangsa seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, periode 2019-2024 Mahfud MD. 

“Contoh Pak Mahfud mengumpamakan hilang sapi. Dari dulu sudah ada kayak gitu. Kalau dulu kita kehilangan kambing, lapor, malah kehilangan sapi,” kata dia. Pertanyaan Mahfud soal kehilangan sapi pernah disampaikan dalam sebuah podcast menyikapi persoalan hukum di Indonesia yang cukup kompleks.

Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008–2013 itu menganalogikan bila warga melapor ke polisi soal kehilangan satu sapi, dia akan mengeluarkan biaya kehilangan sebanyak 5 sapi. Aryanto mengatakan, kritikan tersebut merupakan hal yang wajar lantaran banyaknya perbuatan personel polisi yang tidak mencerminkan sebagai seorang penegak hukum. 

“(Dulu) oleh senior-senior saya itu dikasih contoh-contoh perilaku yang tidak benar gitu loh. Jadi saya itu, aduh, polisi kok kayak gini ya? Tapi saya nggak heran,” kata lulusan Magister Hukum Universitas Jayabaya itu.

Bukan hanya dari perbuatan personel polisi saja, Aryanto menjelaskan, ancaman terhadap citra Kepolisian juga dapat melalui perbuatan dari kalangan keluarga polisi. “Ketika saya belum masuk polisi, waktu saya masih di Solo, begitu mendaftar polisi saya sudah dengar (kabar) bahwa putranya polisi main-main pistol kalau dia ditangkap (berkata) saya anak polisi, kok begitu dulu?

Nakal pak, polisi yang sedang jaga diambil senjatanya, kenakalan anak pejabat polisi,” ucap Kapolda Sulawesi Tengah 2004 itu. Kendati demikian, Aryanto menekankan agar penilaian terhadap Kepolisian harus membedakan 3 perspektif, yakni dari institusinya, fungsinya, dan manusianya. 

“Kalau dari manusianya, ada polisi yang jujur, dan ada polisi yang tidak jujur. Kalau fungsinya, ada 3 tugas pokoknya yaitu Harkamtibmas, penegakan hukum dan melayani masyarakat, apakah berjalan dengan baik apa tidak? Di situlah polisi dinilai baik atau buruk. Nah kalau institusinya, baik buruknya polisi itu dilihat dari apakah masyarakat puas atau tidak?,” ucapnya (MAS).

Topik : #PolisiRepublikIndonesia #TentaraNasionalIndonesia #PartaiRakyatIndonesia
Similar Posts