15%

Boikot BLU dan JV : Koperasi Nelayan Stop Kirim Benih Lobster, Jangan Takut Bersuara, Jangan Mau di Jajah, di Bodohi, di Tindas

22-May-2025

JAKARTA, iNews Media - "Koperasi nelayan benih Lobster sudah saatnya berani boikot BLU, JV dan Buyer Vietnam (pengusaha). Adukan dan ajukan gugatan atas kerugian koperasi maupun nelayan atas monopoli. Gugat dan lapor juga, Menteri KKP yang tidak memberi perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai UU perlindungan nelayan yang wajib mendapat perlindungan, baik dalam kebijakan, sumber produksi, harga, konsumen, pemberdayaan maupun perlindungan hukum. Jangan takut bersuara. Jangan mau di jajah, dibodohi, ditindas.

Opini publik harus berpihak, anggota nelayan segera dikumpulkan, lakukan rapat dan konsolidasi. Pengamat segera dikomunikasikan. Silaturahmi dengan akademisi kampus untuk kajian. Lakukan Laporan ke: Ombudsman, Kejagung, Komnas HAM, KPPU RI, YLKI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Komisi IV DPRRI. Gugat Permen 7 tahun 2024, gugat BLU dan JV yang monopoli."

Rusdianto Samawa, Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI)

Penurunan hasil tangkapan lobster nelayan di Indonesia. Sala satunya, disebabkan oleh Permen 7 Tahun 2024 tentang tata kelola lobster. Bahkan,  transaksi lobster di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sepanjang tahun 2025 sangat nihil. Keramba - keramba pembudidaya juga sepi.

Kondisi ini sangat prihatinkan, pertanda populasi lobster di perairan Indonesia di semua wilayah WPP sudah dalam kondisi kritis. Permen 7 Tahun 2024 tentang tata kelola lobster gagal melakukan kontrol dan manajemen sumberdaya kelautan - perikanan. Eksploitasi benih lobster tanpa kontrol dan terjadinya Monopoli di WPP yang sudah di tentukan, merupakan kegagalan pemerintah lakukan perbaikan. Karena benih lobster juga, merupakan bagian penting dari rantai makanan.

Nelayan juga, sudah mulai bersikap kritis, namun belum secara vulgar nyatakan kekecewaan. Koperasi Nelayan masih banyak yang takut, masih suka dijajah, dibodohi, ditindas oleh perusahaan eksploitasi benih. Koperasi nelayan benih Lobster sudah saatnya berani boikot BLU, JV dan Buyer Vietnam (pengusaha). Adukan dan ajukan gugatan atas kerugian koperasi maupun nelayan atas monopoli. Gugat dan lapor juga, Menteri KKP yang tidak memberi perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai UU perlindungan nelayan yang wajib mendapat perlindungan, baik dalam kebijakan, sumber produksi, harga, konsumen, pemberdayaan maupun perlindungan hukum. Jangan takut bersuara. Jangan mau di jajah, dibodohi, ditindas.

Opini publik harus berpihak, anggota nelayan segera dikumpulkan, lakukan rapat dan konsolidasi. Pengamat segera dikomunikasikan. Silaturahmi dengan akademisi kampus untuk kajian. Lakukan Laporan ke: Ombudsman, Kejagung, Komnas HAM, KPPU RI, YLKI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Komisi IV DPRRI. Gugat Permen 7 tahun 2024, gugat BLU dan JV yang monopoli.

Supaya kedepan, pemerintah melakukan evaluasi dan penertiban terhadap BLU, JV maupun para penyelundup yang mulai menjamur di perairan Indonesia karena tidak terkontrol dan sengaja dibiarkan Monopoli. Kedepan, harus memastikan pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan dan transparan. Pemerintah harus pertimbangkan beberapa langkah, antara lain: Pertama, Pengawasan dan Pemantauan terhadap kegiatan BLU, JV, dan para penyelundup untuk mencegah praktik ilegal dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pemerintah harus menindak tegas para penyelundup dan pihak-pihak yang melakukan praktik ilegal, serta memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan transparan. Ketiga, Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya kelautan, termasuk dalam pemberian izin dan pengawasan kegiatan BLU dan JV. Keempat, Pemerintah perlu melibatkan masyarakat nelayan dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan sumber daya kelautan untuk memastikan bahwa kepentingan nelayan terwakili dan pengelolaan sumber daya kelautan lebih berkelanjutan.

Namun, faktanya, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk melindungi nelayan penangkap benih lobster agar bisa lepas dari kerugian dan pendapatan yang kurang sehat. Pemerintah, harus kembali evaluasi, melarang, menertibkan penangkapan benih lobster dan pengeluaran lobster dari wilayah NKRI sehingga bisa kontrol dan menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Pemerintah, mestinya membantu nelayan tingkatkan pendapatan dan fasilitasi pembinaan terhadap koperasi nelayan dan berikan pengetahuan serta keterampilan teknologi budidaya.

Sikap koperasi nelayan BBL, menolak segala bentuk kejahatan monopoli dan kebijakan yang bersifat oligarkis untuk pertahankan kesinambungan dan pelestarian bisnis kelompoknya sehingga yang untung hanya perusahaan-perusahaan itu saja. Koperasi nelayan juga meminta pemerintah dan penegak hukum untuk evaluasi para buyer (pengusaha), BLU dan JV agar bisa tertibkan transaksi jual beli ilegal atas regulasi.

Apalagi, satu tahun berjalan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan kuota penangkapan benih bening lobster (puerulus) sebanyak 419.213.719 ekor atau sekitar 90 persen dari estimasi stok benih melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2024. Kebijakan ini tak akan bisa kontrol monopoli dan penyelundupan, negara pasti mengalami kerugian besar. Kebijakan Ekspor Benih Lobster, tidak dilakukan pengawasan ketat untuk memastikan kelestarian lobster di Indonesia. Ekspor benih lobster ke Vietnam kedok budidaya tidak terkontrol dan eksploitasi secara penuh.

Polemik Ekspor Benih Lobster ini sudah berlangsung lama. Berbagai kalangan masyarakat sipil menggugat kebijakan eksploitasi benih bening lobster karena khawatir mengancam kelestarian lobster di Indonesia. Walaupun, pemerintah menetapkan kuota penangkapan benih bening lobster untuk memastikan kelestarian lobster di Indonesia. Namun, faktanya, justru eksploitasi besar - besaran.

Sekarang, situasi dan kondisinya berbeda, nelayan tidak lagi memiliki modal sosial yang tinggi karena sudah dirampas oleh oligarki sehingga potensi terjadi konflik besar terkait pengelolaan lobster.

Kebijakan tata kelola lobster, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024, mendapat kritik dari koperasi nelayan karena tidak memberi rasa aman bagi nelayan dalam menangkap benih bening lobster (BBL) karena eksploitasi dan perdagangan ilegal kedok regulasi atau peraturan.

Sebenarnya, fokus utama pengaturan dalam Permen KP Nomor 7/2024 adalah pengelolaan lobster yang berkelanjutan dan memastikan kebermanfaatan sumber daya BBL bagi nelayan kecil, serta pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Namun, kontrol tidak dilakukan dan ngawasan dalam pelepasliaran Lobster juga tanda tanya selama ini. Padahal, setiap penangkapan BBL 10.000 ekor wajib melepasliarkan satu ekor lobster siap bertelur untuk menjaga sumber daya lobster tetap terjaga. Pembudidaya lobster diberi kesempatan untuk menjual BBL untuk dibudidayakan di luar negeri, namun dengan kewajiban melepasliarkan sebagian kecil BBL ke alam.

Padahal, harapan dan manfaat kebijakan Legalisasi penangkapan BBL dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan menguntungkan banyak pihak, termasuk pemerintah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, BLU, JV, dan stakeholder, buyer melakukan monopoli sehingga tidak dapat antisipasi kerusakan lingkungan dan menjaga populasi lobster (MAS).

Topik : #KomisiPemberntasanKorupsi #PresidenRepublikIndonesia #PartaiRakyatIndonesia
Similar Posts