15%

Pengelolaan Hutan Dinilai Berorientasi kepada Keuntungan Ketimbang Pelestarian Ekologi

17-May-2025

JAKARTA, iNews Media - Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia yang dinilai terlalu berorientasi pada keuntungan finansial dibandingkan pelestarian ekologi. 

Menurut Firman, BUMN seperti Perhutani seharusnya lebih mengedepankan fungsi ekologis dan ekosistem hutan daripada sekadar mengejar profit, karena nilai ekologis hutan jauh lebih besar daripada keuntungan finansial.

"Di Jawa itu hutan kita sekarang ini harus mengedepankan kepada ekologi dan ekosistem, bukan Perhutani itu BUMN tidak ditargetkan hanya mencari keuntungan semata. Karena keuntungan terhadap masalah ekologi dan ekosistem jauh lebih besar daripada keuntungan finansial," ujar Firman, Sabtu (17/5/2025).

Dalam kesempatan itu, Firman turut mengkritisi kebijakan yang mewajibkan BUMN menyetor margin profit setiap tahun, yang dianggapnya tidak realistis untuk perusahaan seperti Perhutani yang fokus pada pengelolaan hutan jati. Ia menekankan bahwa pengelolaan hutan tidak bisa semata-mata dikomersialisasi, melainkan harus mengedepankan konservasi. 

"Kalau seperti itu, maka tidak mungkin Perhutani mampu. Karena apa? Perhutani hanya mengelola hutan yang tanamannya hanya satu jenis yaitu jati," tegas politisi senior Partai Golkar ini. Selain itu, Firman juga menyoroti potensi kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian, yang ia sebut sebagai kebijakan keliru dalam reforma agraria. 

"Kalau seandainya ada satu inovasi pengembangan, harus ditanam tanaman yang tegakkan, bukan dialihfungsikan menjadi pertanian seperti kebijakan yang kemarin berlaku. Ini yang akan menghancurkan ekologi dan ekosistem kita," jelas Firman yang juga Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia. 

Alih-alih membagi lahan hutan untuk kepentingan pertanian, Firman meminta pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian yang eksisting. "Itu salah besar! Untuk kepentingan pertanian, yang paling penting itu adalah bagaimana mempertahankan lahan pertanian yang eksisting.

Bukan untuk merusak hutan, kemudian dialihfungsikan menjadi lahan pertanian," tambahnya. Firman yang kini menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR lantas mempertanyakan penggunaan dana reboisasi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak dikembalikan untuk pemulihan hutan.

Firman menyinggung anggaran Kementerian Kehutanan yang lebih kecil dari PNBP yang dikumpulkan, serta dana reklamasi tambang yang tidak jelas penggunaannya. 

"Dana reboisasi kan berapa puluh triliun, kemana larinya? Ke APBN, untuk apa?" ujarnya, sambil menyebut bahwa dana-dana ini seharusnya digunakan untuk menanam kembali pohon tegakan, seperti yang dilakukan pada era Presiden Soeharto.

Dengan berbagai kritik ini, Firman mendesak pemerintah untuk memperbaiki tata kelola hutan secara berkelanjutan, dengan fokus pada pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem daripada semata-mata mengejar profit finansial (MAS).

Topik : #DPR/MPR #PrabowoSubianto #PartaiRakyatIndonesia
Similar Posts